Ronald Noviandi, Bocah Pengolah Sampah  

Written By Unknown on Kamis, 17 Oktober 2013 | 10.44

TEMPO.CO, Jakarta - Masih melekat dalam benak Ronald Noviandi soal ancaman pemanasan global yang heboh di berbagai media yang ia baca sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar. "Waktu itu sangat gencar pemberitaan tentang global warming, sampai-sampai diadakan lomba untuk anak-anak SD seumuran saya tentang mengatasi permasalahan global warming," ujar Ronald, yang Mei lalu mendapat penghargaan Young Changemaker dari Ashoka Indonesia karena kegiatannya: manajemen dan pemasaran sampah. Sebelumnya, ia juga masuk 12 besar finalis Climate Smart Leader 2012/2013.

Begitu pindah ke Gresik dari Surabaya, Ronald pun berpikir, mungkin dampak pemanasan global telah benar-benar dialami daerahnya. Wringinamom, yang merupakan daerah industri yang beberapa tahun lalu masih kelihatan hijau, telah menjadi begitu gersang dan kelihatan rusak. Ketika mulai bersekolah di SMA Negeri 1 Wringinanom, ia merasa langsung mendapat dukungan untuk mulai melakukan sesuatu. Di sekolahnya, Ronald menemukan pelajaran favoritnya yang merupakan muatan lokal, yakni pendidikan lingkungan hidup. "Saya mendalami buku-buku PLH di sekolah," kata siswa kelas XII ini saat ditemui beberapa hari lalu.

Ronald kemudian juga aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja. Ia nimbrung dengan kakak angkatannya yang melakukan riset di daerah Kali Brantas.

Kondisi masyarakat di bantaran Kali Brantas membuat remaja berusia 17 tahun ini prihatin. Warga yang mayoritas berusia lanjut abai terhadap lingkungan di sekitar mereka. Ketidakpedulian itu tergambar dari kondisi Kali Brantas yang tercemar limbah pabrik dan rumah tangga. Ketika ia bertanya apakah warga terganggu, mereka menjawab dengan santai: "Sampahnya kan di belakang rumah, tidak di depan."

Sampah itu mungkin tak terlihat. Tapi, bila terjadi banjir, menurut Ronald, akan sangat berbahaya. Ia pun mulai memikirkan solusinya. Sistem pembuangan sampah yang selama ini ada adalah "kumpul, angkut, buang". Ia kemudian menawarkan metode lain yang dinamakan manajemen dan pemasaran sampah dengan rumus "pilah, olah, jual".  Dua temannya membantunya.

Pertama kalinya, mereka menerapkannya di Desa Sembung. Ronald dan tim melakukan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana cara melakukan pemilahan sampah yang benar, antara sampah organik dan anorganik.

Kemudian, Ronald dan tim melanjutkan dengan kegiatan lain, trash walker, yang dilakukan setiap Jumat. Sampah-sampah yang dipilah masyarakat diambil dari rumah ke rumah. Setiap karung berukuran 25 kilogram  sampah bisa diganti dengan bibit. Warga bisa memilih bibit buah, sayuran, atau tanaman obat-obatan yang pembibitannya dilakukan sendiri oleh Ronald dan teman-teman dengan fasilitas green house sekolah.

Awalnya, masyarakat tak tergerak. "Mereka bilang, ngapain le kamu kok muter-muter nyari sampah kayak gini, sekolah saja yang bener," ujar Ronald, menirukan ucapan warga.  Tapi ia dan teman-teman bergeming.

Sampah organik yang dikumpulkan dari kegiatan trash walker diolah Ronald menjadi kompos. Setiap kali produksi, Ronald dan tim menghasilkan sekitar 20 kilogram kompos yang mereka jual seharga Rp 3.000 per 2 kilogram.

Untuk produksi lebih cepat, lebih mudah, dan berkualitas tinggi, Ronald punya cara khusus. Di antaranya menggunakan pemicu bakteri pupuk EM4 buatan sendiri. "Awalnya gara-gara terhambat lokasi pembelian yang jauh dan cukup mahal. Ternyata di buku dijelaskan cara membuat EM4. Jadi, saya coba membuatnya," katanya.

Eksperimen itu berhasil. Hanya dengan modal Rp 50 ribu, EM4 yang dibuat Ronald bisa digunakan selama 6 bulan atau 240 kilogram kompos. "Kalau beli, harga segitu enggak sampai sebulan sudah habis," katanya.

Kini, hasil produksi kompos tersebut sudah dipasarkan di Desa Lebani Waras dan Candi Sidoarjo.

Tapi Ronald bukan anak muda yang gampang puas diri.  Ia dan tim menggandeng adik-adik kelasnya. Ia tak mau kegiatan positif ini berhenti saat lulus. Bahkan ia menularkan ilmunya kepada siswa-siswa SD. "Sudah ada dua, yakni SD Muhammadiyah dan MI Darunnajah. Mereka sudah menerapkan di sekolahnya," katanya.

Kini, keinginan Ronald bertambah. Ia ingin mengajak para pemuda di sekitar tempat tinggalnya membentuk komunitas usaha dan memperluas jangkauan daerah yang akan diterapkan konsep pengelolaan sampah ini. "Masih banyak pemuda yang tidak bekerja di sini, jadi saya punya keinginan usaha ini menjadi lapangan pekerjaan untuk mereka," ujarnya.

HOLLY APHRODITA


Anda sedang membaca artikel tentang

Ronald Noviandi, Bocah Pengolah Sampah  

Dengan url

http://teknologiseo.blogspot.com/2013/10/ronald-noviandi-bocah-pengolah-sampah.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Ronald Noviandi, Bocah Pengolah Sampah  

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Ronald Noviandi, Bocah Pengolah Sampah  

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger