Terumbu Karang di Laut Flores Hancur

Written By Unknown on Kamis, 10 April 2014 | 10.44

TEMPO.CO, Jakarta - Bongkahan dan serpihan karang berserakan di dasar laut lepas pantai utara Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Ahad dua pekan lalu. Gugusan karang di kedalaman 3 meter di kawasan Teluk Hading itu terlihat pucat. Sebagian di antaranya bahkan menghitam. Hanya sedikit karang yang masih utuh dan berwarna-warni. Mereka mencuat acak di sela hamparan karang yang rontok berantakan bercampur pasir.

Kondisi terumbu karang di kedalaman sekitar 10 meter tidak lebih baik dari saudaranya di tempat dangkal. "Karangnya pecah, terbalik, dan menghitam," kata Efin Muttaqin, peneliti karang dari Wildlife Conservation Society (WCS). "Kondisinya hancur. Karangnya mati semua," ujar Tutus Wijanarko, peneliti dari WWF Indonesia.

Efin dan Tutus adalah anggota tim ekspedisi pemantauan terumbu karang dan ikan karang di kawasan perairan Kabupaten Alor dan Kabupaten Flores Timur. Total ada 23 orang yang tergabung dalam tim bentukan WWF Indonesia ini. Mereka antara lain peneliti dari WWF Indonesia, WCS Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor dan Flores Timur.

Berangkat dari Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor, pada 13 Maret 2014, tim ekspedisi menyurvei kondisi terumbu karang dan ikan karang di sekeliling Pulau Alor, Pantar, Lembata, Adonara, Solor, dan sebagian Flores bagian timur. Menumpang kapal layar motor FRS Menami milik WWF Indonesia, tim peneliti terjun menyelami 75 titik sampling yang tersebar baik di dalam ataupun di luar kawasan konservasi.

"Kami ingin mengetahui tutupan terumbu karang dan keragaman ikan di kawasan perairan Kabupaten Alor dan Flores Timur," kata koordinator lapangan ekspedisi, Nara Wisesa. Data akan diolah untuk mengetahui status atau kondisi terumbu karang, keragaman hayati, potensi perikanan, dan ancaman terhadap ekosistem di dua perairan kabupaten itu.

Setiap hari tim peneliti menyelam 3-4 kali untuk mengambil data. Tim dibagi menjadi regu survei terumbu karang dan regu survei ikan karang. Dengan metode garis transek, terumbu karang disurvei sejauh 150 meter. Adapun pencatatan komunitas ikan karang dilakukan hingga 250 meter. Masing-masing regu mengambil data di kedalaman 3 dan 10 meter. "Kedalaman optimal bagi pertumbuhan terumbu karang," kata Nara.

Tempo berkesempatan mengikuti lima hari terakhir ekspedisi sejak 28 Maret sampai 1 April. Apa yang terlihat dari dua kali snorkeling di dua titik berbeda di perairan Teluk Hading memang mencengangkan. Ekosistem terumbu, yang umumnya menyuguhkan pemandangan beragam warna dan bermacam bentuk karang unik, justru porak-poranda.
Untungnya, di antara karang-karang yang hancur itu masih berseliweran beberapa kelompok ikan karang.
Kondisi di dasar laut sangat kontradiktif dengan pemandangan di permukaan. Laut Flores tampak sangat jernih kebiruan sejauh mata memandang. Tidak ada sampah laut mengapung seperti di Teluk Jakarta.
Beningnya air memudahkan sinar mentari menerobos hingga ke dasar laut sedalam nyaris 10 meter. Ironisnya, air laut sejernih kristal itu menyuguhkan hamparan karang rusak yang terlihat cukup jelas dari dek kapal Menami.

Efin mengatakan, terumbu karang di Alor dan Flores Timur rusak berat akibat aktivitas perikanan yang tidak ramah lingkungan. Rata-rata karang hidup tidak melebihi 30 persen dari 75 titik yang disurvei. "Terumbu karang rusak akibat bom, jaring, dan potas," kata dia. Beberapa titik yang karangnya masih bagus antara lain di Mausama, Pulau Pura, Tanjung Sayong, dan Tanjung Batu Payung.

Praktek penangkapan ikan dengan bom dan jaring menyebabkan karang hancur berkeping dan terbalik. Adapun peracunan ikan menggunakan potasium sianida membuat karang mati dan menghitam. Cara terakhir ini jauh lebih berbahaya. Sebab, senyawa racun tidak hanya membunuh ikan dan karang yang ditarget, tapi juga menyebar terbawa aliran air laut dan merusak karang di wilayah lain.

Hasil identifikasi menunjukkan keragaman karang di Alor dan Flores Timur didominasi oleh karang bercabang dari genus Acropora, Montipora, dan Seriatopora, serta karang keras dari genus Porites, Favia, dan Favites. Karang yang mati umumnya berasal dari genus Acropora, Montipora, dan Porites. "Agak sulit mengidentifikasi karang yang sudah lama mati," kata Efin yang memimpin regu survei karang.

Kondisi ikan sedikit lebih baik. Ketua regu survei ikan karang Fakhrizal Setiawan mengatakan komunitas ikan karang di seluruh titik sampling cukup beragam, mencapai lebih dari 300 spesies. Mayoritas berasal dari famili Labridae, Pomacentridae, Serranidae, Pomacanthidae, Acanthuridae, Chaetodontidae, dan Caesionidae. "Di setiap penyelaman pasti menemukan," ujar dia.

Beberapa ikan target, seperti ekor kuning, kepe-kepe, kakap, baronang, dan kerapu masih terlihat di sejumlah lokasi penyelaman. Begitu pula ikan predator, seperti barakuda, hiu sirip hitam, dan hiu sirip putih. Hanya, untuk ikan karang kepadatannya kurang dari 400 individu per hektare. Padahal, terumbu karang yang sehat bisa mencapai 1.000 individu per hektare. "Hanya didominasi spesies ikan tertentu saja," ucap dia. Hal ini secara ekologi tidak baik karena artinya ekosistem dalam keadaan tidak stabil.

Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian DKP Flores Timur, Ignatius Usen Aliandu, mengatakan pelaku pengeboman ikan kebanyakan berasal dari Maumere di Kabupaten Sikka. "Mereka datang serabutan. Cuma ngebom, menangkap ikan, terus langsung kabur sehingga susah ditangkap," katanya. Usen mengklaim nelayan lokal Flores Timur tidak ada yang menangkap ikan dengan bom ataupun potas.

Perairan Alor seluas 400.083 hektare telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan daerah sejak 2013. Adapun wilayah laut di Flores Timur seluas 150.000 hektare masih dicadangkan untuk ditetapkan menjadi kawasan konservasi. Kedua kawasan ini memiliki kekayaan hayati perikanan yang tinggi. Itu sebabnya banyak nelayan dari luar daerah datang untuk mengeksploitasinya. Akibatnya, tekanan pada sumber daya alam laut semakin tinggi.

Usen mengatakan aktivitas pengeboman, yang marak pada 1980-an dan 1990-an, kini telah berkurang. "Ikan target sudah berkurang banyak," ujarnya. Di sisi lain, para nelayan juga harus berlayar semakin jauh ke tengah laut untuk memperoleh ikan. Ia berharap penetapan status kawasan konservasi dapat meningkatkan upaya perlindungan, pengawasan, dan pengelolaan sumber daya perikanan di Laut Flores.

MAHARDIKA SATRIA HADI

Berita Terpopuler


Dahlan Sebut Konvensi Demokrat Sudah Tak Relevan
Golput Pemenang Pemilu 2014, Bukan PDIP
Jokowi Seleksi Tiga Nama Cawapres
Suara Gerindra Melambung, Sekjen: Ini Efek Prabowo


Anda sedang membaca artikel tentang

Terumbu Karang di Laut Flores Hancur

Dengan url

http://teknologiseo.blogspot.com/2014/04/terumbu-karang-di-laut-flores-hancur.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Terumbu Karang di Laut Flores Hancur

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Terumbu Karang di Laut Flores Hancur

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger